BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Teori
Medis
1. Masa
Nifas
a.
Pengertian
1) Masa
nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira enam, minggu (Saleha, 2009).
2) Masa
nifas (Puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung
selama 6 minggu atau 40 hari (Setyo & Sri, 2011).
b. Tahapan
masa nifas
Menurut
Setyo & Sri (2011), tahapan masa nifas dibagi dalam tiga periode yaitu:
1) Puerperium Dini
Yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan, dalam
agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium
Intermedial
Yaitu
kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote
puerperium
Yaitu
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil
atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
bermingguminggu, berbulan-bulan, atau tahunan.
c. Perubahan-perubahan
pada masa nifas Menurut Saleha (2009), perubahan-perubahan pada masa nifas antara
lain:
1) Involusio
Perubahan
keseluruhan alat genetalia kembali seperti keadaan sebelum hamil.
2) Bagian
bekas implantasi plasenta
Bekas
implantasi plasenta segera setelah lahir seluas 12 x 5 cm pada minggu ke-2
sebesar 6 sampai 8 cm, pada akhir nifas sebesar 2 cm.
3) Luka-luka
Seperti
bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan servik yang tidak
luas akan sembuh primer. Infeksi dapat timbul dan dapat menyebabkan selulitis
dan bila berlanjut dapat menimbulkan sepsis (Janah, 2011).
4) Lochea
Lochea
adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Macam-macam lochea :
(a) Lochea
rubra (cruenta)
Berisi
darah segar dan sisa-sisa ketuban, sel-sel selaput desidua (desidua, yakni
selaput lendir rahim dalam Rahim dalam keadaan hamil), vernik kaseosa ( yakni
palit bayi,zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel epitel,
yang menyelimuti kulit janin), lanugo (yakni, bulu halus pada anak yang baru
lahir) dan mekoneum (yakni, isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas getah
kelenjar usus dan air ketuban, berwarna hijau kehitaman), selama 2 hari pasca
persalinan.
(b) Lochea
sanguinolenta
Warnanya
merah kuning berisi darah dan lendir yang keluar pada hari ke -3 samapi ke -7
pasca persalinan.
(c) Lochea
serosa
Berwarna
kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
(d) Lochea
alba
Cairan
putih, setelah 2 minggu (7 sampai 14 hari).
5) Serviks
Servik
mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna
dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan, setelah 6 minggu post natal,
servik menutup(Farrer, 2001).
6) Vagina
Vagina
dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan suatu saluran yang luas
berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang
sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Rugae timbul kembali pada
minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan jaringan yang kecil (Saleha,
2009).
7) Ligamen-ligamen
Ligamen
dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus,
setelah jalan lahir, berangsurangsur mengecil kembali seperti sedia kala (Wiknjosasrto,
2006).
d. Laktasi
Sesudah
bayi lahir, disusul terjadi peristiwa penurunan kadar hormon estrogen.
Penurunan kadar estrogen mendorong naiknya kadar prolaktin yang mendorong
produksi ASI. Dengan naiknya kadar prolaktin tersebut, mulailah aktivitas
produksi ASI berlangsung, ketika bayi menyusu, mammae menstimulasi terjadi produksi
prolaktin yang terus menerus secara berkesinambungan. Sekresi ASI, berada di
bawah pengaruh oleh neuro endogrin. Rangsangan sentuhan pada payudara ketika
bayi menghisap putting susu menyebabkan timbulnya rangsangan yang menyebabkan terjadinya
produksi oksitosin, oksitosin merangsang terjadinya kontraksi sel-sel mioepitel
(Suherni, dkk, 2008).
e. Masalah
yang sering muncul dalam masa menyusui
Menurut
Setyo & Sri (2011), masalah yang sering muncul dalam masa menyusui antara
lain:
1) Puting
susu lecet
Puting
susu terasa nyeri bila tidak ditangani dengan benar akan menjadi lecet.
2) Payudara
bengkak
Pembengkakan
payudara terjadi karena ASI tidak disuse adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul
pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
3) Mastitis
Mastitis
adalah radang pada payudara.
4) Abses
payudara
Abses
payudara merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan
karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.
f. Pemeriksaan
pasca persalinan
Menurut
Prawirohardjo (2002), Pemeriksaan pasca persalinan dengan persalinan normal hal
ini baik dan dilakukan pemeriksaan kembali 6 minggu setelah persalinan. Pemeriksaan
postnatal antara lain meliputi:
1) Pemeriksaan
umum : tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya.
2) Keadaan umum : suhu badan, selera makan dan
lain-lain.
3) Payudara
: ASI, putting
4) Dinding
perut, perineum, kandung kemih, rektum.
5) Secret
yang keluar, misalnya lochea, flour albus.
6) Keadaan
alat-alat kandungan.
Nasehat untuk ibu
postnatal:
1) Penjelasan
dan motivasi tentang cara menjaga bayi.
2) Memberi
susu dan makanan bayi.
3) Keluarga
berencana.
4) Hidup
dan makanan sehat.
5) Dipesan
agar memeriksakan diri lagi. (Prawirohardjo, 2002).
g. Perawatan
pasca persalinan
1) Mobilisasi
Umumnya
wanita sangat lelah setelah melahirkan, lebih-lebih bila partus berlangsung
agak lama, maka ibu harus cukup istirahat 8 jam post partum. Sesudah 8 jam ibu
boleh miring ke kiri atau ke kanan untuk mencegah adanya thrombosis (Wiknjosastro,
2006).
2) Diet
Ibu
nifas dianjurkan untuk makan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak
dan mineral (Suherni, dkk, 2008).
3) Eliminasi:
buang air kecil dan besar
Dalam
enam jam pertama post partum, pasien sudah harus dapat buang air kecil.
Semakin lama urine yang tertahan dalam kandung kemih maka dapat mengakibatkan
kesulitan pada organ perkemihan. Dalam 24 jam pertama, pasien juga sudah harus dapat
buang air besar karena semakin lama feses tertahan dalam usus maka akan semakin
sulit untuk buang air besar secara lancar (Sulistyawati, 2009).
4) Perawatan
payudara
Kedua
mammae harus dirawat selama kehamilan, areola mammae dan puting susu dicuci
teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream, agar tetap lemas, jangan
sampai kelak mudah lecet atau mudah pecah-pecah (Wiknjosastro, 2006).
h. Kunjungan
masa nifas
Menurut
Sulistyawati (2009), Pada masa nifas diperlukan paling sedikit empat kali
kunjungan pada masa nifas .
1) Kunjungan
I: 6-8 jam setelah persalinan
(1) Mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
(2) Mendeteksi
dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
(3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu
anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
(4) Pemberian ASI awal.
(5) Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi yang
baru lahir.
(6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hypotermi.
(7) Jika
petugas kesehatan menolong persalinan, petugas harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan
bayinya dalam keadaan stabil.
2) Kunjungan
II: 6 hari setelah persalinan
(1) Memastikan
involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah
umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
(2) Menilai
adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal.
(3) Memastikan
ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
(4) Memastikan
ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
(5) Memberikan
konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat, dan merawat bayi sehari-hari.
3) Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan
Sama seperti kunjungan II
4) Kunjungan
IV: 6 minggu setelah persalinan
(1) Menanyakan
pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ibu atau bayi alami.
(2) Memberikan
konseling KB secara dini. Menurut Jannah (2011), pengeluaran ASI manual dengan
cara :
a. Cuci
tangan sampai bersih.
b. Pegang
cangkir bersih untuk menampung ASI.
c. Condongkan
badan ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
d. Letakkan
ibu jari pada batas areola mammae dan letakkan jari telunjuk pada batas areola
mammae bagian bawah sehingga berhadapan.
e. Tekan
kedua ibu jari ke dalam ke arah dinding dada tanpa menggeser letak ke dua jari
tadi.
f. Pijat
daerah diantara kedua jari tadi ke arah depan sehingga akan memeras dan
mengeluarkan ASI yang berada di dalam sinus lactiferous.
g. Ulangi
gerakan tekan, pijat dan lepas beberapa kali
h. Setelah
pancaran ASI berkurang, pindahkan posisi ibu jari dan telunjuk tadi dengan cara
diputar pada sisi lain atas areola dengan kedua jari selalu berhadapan.
i.
Jangan memijat atau menarik puting susu,
karena ini tidak akan mengeluarkan ASI dan akan menyebabkan rasa sakit.
Menurut
Setyo & Sri (2011), Langkah-langkah menyusui yang benar.
1) Cara
menyusui dengan sikap duduk:
a) Duduk
dengan posisi santai dan tegak menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
b) Sebelum
menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan
areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban
puting susu.
c) Gunakan
bantal atau selimut untuk menopang bayi, bayi ditidurkan di atas pangkuan ibu
dengan cara:
(1) Bayi
dipegang dengan satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan
bokong bayi diletakkan pada lengan, kepala bayi ditahan dengan telapak tangan
ibu.
(2) Satu
tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan.
(3) Perut
bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara.
(4) Telinga
dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
(5) Ibu
menatap bayi dengan kasih sayang.
d) Tangan
kanan menyangga payudara kiri dengan keempat jari dan ibu jari menekan payudara
bagian atas areola.
e) Bayi
diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara
menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi.
f) Setelah
bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan
puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah
langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan
ASI yang terletak di bawah areola.
2) Melepas
isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara
sampai terasa kosong, Sebaiknya diganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas
isapan bayi: jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi melalui sudut mulut
atau dagu bayi ditekan ke bawah.
3) Menyusui
berikutnya dimulai pada payudara yang belum terkosongkan (yang dihisap
terakhir).
4) Setelah
selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu
dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya.
5) Menyendawakan
bayi
Tujuan menyendawakan bayi adalah
mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh) setelah
menyusu. Cara menyendawakan bayi:
a) Bayi
digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk
perlahan-lahan.
b) Dengan
cara menelungkupkan bayi di atas pangkuan ibu, lalu usap-usap punggung bayi
sampai bayi bersendawa.
Menurut
Saleha (2009), posisi menyusui yang benar
1) Tubuh
bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu.
2) Dagu
bayi menempel pada payudara.
3) Dagu
bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar
4) payudara
(bagian bawah).
5) Telinga
bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan
6) bayi.
7) Mulut
bayi terbuka dengan bibir bawah yang terbuka.
8) Sebagian
besar areola tidak tampak.
9) Bayi
menghisap dalam dan perlahan.
10) Bayi
puas dan tenang pada akhir menyusu.
11) Terkadang
terdengar suara bayi menelan.
12) Puting
susu tidak terasa sakit atau lecet.
i.
Ciri-ciri bayi menyusu dengan benar
1. Bayi
tampak tenang.
2. Badan
bayi menempel pada perut ibu.
3. Dagu
bayi menempel pada payudara ibu.
4. Mulut
bayi terbuka dengan cukup lebar.
5. Bibir
bawah bayi juga terbuka lebar.
6. Areola
yang kelihatan lebih luas di bagian atas daripada bagian bawah mulut bayi.
7. Bayi
ketika menghisap ASI cukup dalam menghisapnya, lembut dan tidak ada bunyi.
8. Puting
susu tidak merasa nyeri.
9. Kepala
dan badan bayi berada pada garis lurus.
10. Kepala
bayi tidak pada posisi tengadah.
2. Bendungan
saluran air susu ibu (ASI)
a.
Pengertian
a)
Bendungan air susu ibu adalah keadaan
payudara yang oedema, sakit, puting susu lecet, kulit mengkilat walaupun tidak
merah dan bila diperiksa ASI tidak keluar, badan bisa demam dalam 24 jam
(Ambarwati, dkk, 2008).
b)
Bendungan air susu ibu adalah
peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri
untuk laktasi (Prawirohardjo, 2002)
b.
Etiologi
Menurut
Depkes (2004), bendungan saluran ASI disebabkan oleh:
1) ASI
tidak disusukan dengan adekuat.
2) Kelainan
puting susu.
3) Penyempitan
saluran payudara.
c. Gambaran
klinis
Selama
24 jam hingga 58 jam pertama sudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara sering
mengalami distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut
dengan bendungan air susu atau caked breast, sering menyebabkan rasa
nyeri yang cukup hebat dan bisa disertai dengan kenaikan suhu. Kelainan
tersebut menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan penggembungan
limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor reguler untuk terjadinya
laktasi. Keadaan ini bukan merupakan overdestensi sistem lakteal oleh air susu
(Suherni, dkk, 2008).
d. Penyebab
bendungan saluran ASI
Pada
permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik atau kemudian apabila
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air
susu. Mammae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, suhu badan tidak naik.
Puting susu bisa mendatar dan hal ini dapat menyukarkan bayi untuk menyusu. Kadang-kadang
pengeluaran susu juga terhalang sebab duktuli laktiferi menyempit karena
pembesaran vena serta pembuluh limfe (Prawirohardjo, 2005).
e. Tanda
dan gejala
a) Menurut
Suherni (2008), ibu dengan bendungan saluran ASI mempunyai tanda dan gejala
sebagai berikut:
1) Benjolan
terlihat jelas dan perabaan lunak.
2) Terasa
nyeri, karena adanya pembengkakan yang terlokalisasi.
b) Menurut
Jannah (2011), ibu dengan bendungan saluran ASI mempunyai tanda dan gejala
sebagai berikut:
1) Payudara
panas.
2) Keras.
3) Nyeri
pada perabaan.
4) Suhu
tubuh tidak naik.
f. Penanganan
bendungan saluran ASI
Penanganan
bendungan saluran ASI menurut Saifuddin (2002), adalah:
a) Memberikan
dukungan moril pada ibu.
b) Menganjurkan
untuk menyusui sesering mungkin.
c) Menganjurkan
kedua payudara disusukan.
d) Memberikan
konseling bimbingan dan latihan tentang perawatan
e) payudara.
f) Menganjurkan
mengompres hangat payudara sebelum
g) disusukan,
ajarkan ibu menyusui bayinya dengan benar dan
h) anjurkan
menggunakan BH yang menopang payudara.
i)
Mengobservasi tanda-tanda vital dan TFU.
j)
Memberikan antalgin 500 mg per oral 3x1.
g. Psikologi
ibu nifas dengan bendungan saluran ASI
Rasa
cemas salah satu perubahan kondisi dan emosional yang komplek, dengan
penjelasan yang baik dan bantuan moril dapat mengurangi rasa cemas itu,
sehingga ibu tidak takut lagi untuk menyusui bayinya. Bidan memberi dukungan
moril dengan cara ibu ditemani dan diajak bicara serta besarkan hati ibu dengan
diberi penjelasan serta dukungan dari keluarga (Prawirohardjo, 2002).
Komentar
Posting Komentar