Langsung ke konten utama

PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA-KB DIWILAYAH KERJA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi kebidanan dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan.

B.     TUJUAN
1. Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Khusus
a)      Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur (bulanan) dan terus menerus.
b)      Menilai kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c)      Menentukan urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.
d)     Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
e)      Membangkitkan peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan mobilisasi  sumber daya.






















BAB II
PEMBAHASAN

PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA-KB
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
a.       Peningkatan pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan kesehatan dengan mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
b.      Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas kesehatan.
c.       Peningkatan pelayanan kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua pelayanan kesehatan yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
d.      Peningkatan deteksi dini risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
e.       Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
f.       Peningkatan pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai standar dan menjangkau seluruh sasaran.
g.      Peningkatan pelayanan KB berkualitas.
h.      Peningkatan deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi baru lahir, bayi dan anak balita.
i.        Peningkatan penanganan bayi baru lahir dengan komplikasi sesuai standar

A.    Peningkatan Pelayanan Antenatal Menjangkau Seluruh Sasaran
Pelayanan antenatal yang berkualitas adalah yang sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
a)      Timbang berat badan dan ukur Tinggi badan
b)      Ukur Tekanan darah
c)      Ukur lingkar lengan atas
d)     Ukur Tinggi fundus uteri
e)      Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
f)       Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan
g)      Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
h)      Test laboratorium (rutin dan khusus)
i)        Tata laksana kasus
j)        Temu wicara (konseling).
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku ber-risiko; dilakukan terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut layak apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar ”10T” tersebut.
Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
a. Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b. Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c. Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.

B.     Peningkatan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan diarahkan Ke Fasilitas Kesehatan
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pencegahan infeksi
b. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
d. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
e. Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan imunisasi Hepatitis B0 (Hep B0).

C.    Peningkatan Pelayanan Kesehatan BBL, Bayi Dan Balita Menjangkau Seluruh Sasaran
a.      Pelayanan Kesehatan Bayi
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan tersebut meliputi:
a)        Pemberian imunisasi dasar (BCG, Polio 1-4, DPT-HB 1-3, Campak)
b)        Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
c)        Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan)
d)       Konseling ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI
e)        Konseling pencegahan hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
f)         Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan bayi (29 hari-11 bulan) dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II, satu kali pada triwulan III dan satu kali pada triwulan IV. Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
a)      Kunjungan bayi antara umur 29 hari– 3 bulan
b)      Kunjungan bayi antara umur 3 – 6 bln
c)      Kunjungan bayi antara umur 6 – 9 bln
d)     Kunjungan bayi antara umur 9 – 11 bln
b.      Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian oleh dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.Komplikasi pada neonatus antara lain: Asfiksia, Kejang, Ikterus, Hipotermia, Asfiksia, Tetanus Neonatorum, Sepsis, Trauma lahir, BBLR (bayi berat lahir rendah).
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED. Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/ RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU kabupaten / kota mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II dan transfusi darah.Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus komplikasi kebidanan dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan bayi baru lahir
c.       Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat. Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak. Dilain pihak upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang berumur 12 - 59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain, yang meliputi :.
a.       Pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam Buku KIA/KMS, dan pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) serta mendapat Vitamin A 2 kali dalam setahun. Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan
b.      Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar gedung
c.       Suplementasi Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali pertahun.
d.      Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita

D.    Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan menghormati hak individu sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Metode kontrasepsi meliputi:
a. KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).
b. Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c. Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002) dan angka ini merupakan pencapaian tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2002 akseptor KB yang menggunakan suntik sebesar 21,1%, pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk 6%, tubektomi 3%, vasektomi 0,4% dan kondom 0,7%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus pemakain (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus-menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard an variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu
a)      Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam setelah persalinan sampai dengan 7 hari.
b)      Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
c)      Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Pelayanan yang diberikan adalah :
a.       Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b.      Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c.       Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d.      Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e.       Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali (2 x 24 jam).
f.       Pelayanan KB pasca persalinan



E.     Deteksi Dini Dan Penanganan risiko/komplikasi Kebidanan Dan BBL Oleh Tenaga Kesehatan Maupun Masyarakat
Penjaringan dini kehamilan berisiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil dengan risiko/komplikasi kebidanan.Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
1)      Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
a.       Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b.      Anak lebih dari 4.
c.       Jarak persalinan terakhir dan kehamilan skarang kurang dari 2 tahun.
d.      Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau gizi buruk dengan Indeks massa tubuh <>
e.       Anemia : Hemoglobin <>
f.       Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang
g.      Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
h.      Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: Tuberkulosis, Kelainan jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus dll), Tumor dan Keganasan
i.        Riwayat kehamilan buruk: Keguguran berulang, Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola Hidatidosa, Ketuban Pecah Dini, Bayi dengan cacat kongenital
j.        Riwayat persalinan berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/ forseps
k.      Riwayat nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa nifas, Psikosis post partum (post partum blues)
l.        Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.

2)      Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
a)      Perdarahan pervaginam pada kehamilan: Keguguran, Plasenta Previa, Solusio Plasenta
b)      Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg, diastolik >90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
c)      Kelainan jumlah janin: Kehamilan ganda, janin dampit, monster.
d)     Kelainan besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
e)      Kelainan letak & posisi janin: Lintang/Oblique, Sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
f)       Ancaman persalinan prematur.
g)      Ketuban pecah dini.
h)      Infeksi berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus abdominalis, Sepsis.
i)        Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
j)        Perdarahan pasca persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan darah.
k)      Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.


F.     Penanganan Komplikasi Kebidanan
Pelayanan Nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan.
Diperkirakan sekitar 15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan, maka diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi pelayanan obstetri yang terdiri dari :
a.         Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b.         Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi)
c.         Pencegahan dan penanganan infeksi.
d.        Penanganan partus lama/macet.
e.         Penanganan abortus.
Sedangkan pelayanan neonatus meliputi :
a.         Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b.         Pencegahan dan penanganan hipotermia.
c.         Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d.        Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus ringan–sedang
e.         Pencegahan dan penanganan gangguan minum.
Pelayanan Kesehatan Neonatus
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau bayi mengalami masalah kesehatan. Risiko terbesar kematian Bayi Baru Lahir terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya.
Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal I sekaligus memastikan bahwa bayi dalam keadaan sehat pada saat bayi pulang atau bidan meninggalkan bayi jika persalinan di rumah.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan komprehensif, Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk bidan/perawat, yang meliputi:
a)      Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah.
b)      Perawatan tali pusat
c)      Pemberian vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir
d)     Imunisasi Hep B 0 bila belum diberikan pada saat lahir
e)      Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA
f)       Penanganan dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan neonatus (bayi berumur 0 - 28 hari) dilaksanakan oleh dokter spesialis anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui kunjungan rumah. Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya dua kali pada minggu pertama, dan satu kali pada minggu kedua setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus:
1.      Kunjungan Neonatal hari ke-1 (KN 1):
a.       Untuk bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat dilaksanakan sebelum bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥ 24 jam).
b.      Untuk bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi sebelum 24 jam, maka pelayanan dilaksanakan pada 6 - 24 jam setelah lahir.
2.      Kunjungan Neonatal hari ke-3 (KN 2):
Pada hari ketiga.
3.      Kunjungan Neonatal minggu ke-2 (KN 3)
Pada minggu kedua



























BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.

B.     SARAN
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini maka berakhir pula makalah tentang prinsip pengelolaan KIA-KB. Diharapkan dengan berakhirnya modul ini Kita  akan dapat menguasai kompetensi yang diharapkan pada awal kegiatan belajar Askeb Komunikasi. Mohon maaf atas kekurangan dalam pembbuatan makalah ini dan semoga bermanfaat.











DAFTAR PUSTAKA

Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta..
Depkes RI. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga . Depkes RI. Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Pendahuluan Askeb Kehamilan Normal

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa kebidanan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat. Profesi ini telah menduduki peran dan posisi bidan menjadi terhormat di masyarakat karena tugas yang diembannya sangat mulia dalam upaya memberikan semangat dan membesarkan hati ibu-ibu. Di samping dengan setia mendampingi dan menolong ibu-ibu dalam melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik(Sujatmiko, 2005). Bidan dalam pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang penting dalam penurunan angka kematian ibu dan anak dan sebagai ujung tombak pemberi asuhan kebidanan. Hal ini sesuai dengan surat keputusan menteri kesehatan tentang Standart Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan, dalam SK tersebut diatur tentang pelayanan kesehatan yang wajib dilakukan oleh kabupaten dan dibuat target 2010.Adapun SPM yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan ibu dan anak adalah cakupan ibu hamil K4 (ibu hamil yang mendapat...

Laporan Pendahuluan Askeb Nifas

BAB I PENDAHULUAN A.       LATAR BELAKANG Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI,2007) bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah 248 per 100.000 kelahiran. Setelah persalinan, Wanita akan mengalami masa nifas untuk dapat mengembalikan alat- alat genetalia ke keaadaan normal. Pengembalian alat - alat genetalia berlangsung secara berangsur - angsur selama 6 minggu. Dalam waktu 6 minggu ini kemungkinan terjadi komplikasi atau kelainan- kelainan pada ibu nifas sangat besar. Untuk itu perawatan ibu nifas harus dilakukan secara baik, intensif dan tepat. Karena masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dan bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab tingginya kematian pada ibu nifas secara berurutan dari yang paling banyak adalah; perdarahan, infeksi,preeklamsi, eklamsi. Sebagai tenaga kesehatan, kita harus mengurangi ...