BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan
Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program
KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak
lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita.
Dengan manajemen PWS KIA diharapkan
cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja
sehingga kasus dengan risiko/komplikasi kebidanan dapat ditemukan sedini
mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai
sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi kepada sektor terkait,
khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran
maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis misalnya: bumil KEK,
rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi
dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA
dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil
rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi
PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang
rawan.
B.
TUJUAN
1.
Umum
Meningkatkan
jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan
cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
2. Khusus
a) Memantau
cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator secara teratur (bulanan)
dan terus menerus.
b) Menilai
kesenjangan antara target dengan pencapaian.
c) Menentukan
urutan daerah prioritas yang akan ditangani secara intensif.
d) Merencanakan
tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
e) Membangkitkan
peran pamong dalam menggerakkan sasaran dan mobilisasi sumber daya.
BAB
II
PEMBAHASAN
PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA-KB
Pengelolaan program KIA bertujuan
memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif
dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok
sebagai berikut:
a. Peningkatan
pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di semua pelayanan kesehatan dengan
mutu sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
b. Peningkatan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan diarahkan ke fasilitas kesehatan.
c. Peningkatan
pelayanan kesehatan bayi baru lahir, bayi dan anak balita di semua pelayanan
kesehatan yang bermutu dan sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran.
d. Peningkatan
deteksi dini risiko/komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
e. Peningkatan
penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
f. Peningkatan
pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak balita sesuai standar dan
menjangkau seluruh sasaran.
g. Peningkatan
pelayanan KB berkualitas.
h. Peningkatan
deteksi dini tanda bahaya dan penanganannya sesuai standar pada bayi baru
lahir, bayi dan anak balita.
i.
Peningkatan penanganan
bayi baru lahir dengan komplikasi sesuai standar
A.
Peningkatan
Pelayanan Antenatal Menjangkau Seluruh Sasaran
Pelayanan antenatal yang berkualitas
adalah yang sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan
dalam buku Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai
standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan
laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko
yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
a) Timbang
berat badan dan ukur Tinggi badan
b) Ukur
Tekanan darah
c) Ukur
lingkar lengan atas
d) Ukur
Tinggi fundus uteri
e) Tentukan
presentasi janin dan denyut jantung janin
f) Skrining
status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan
g) Pemberian
Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan
h) Test
laboratorium (rutin dan khusus)
i)
Tata laksana kasus
j)
Temu wicara
(konseling).
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup
pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan
khusus dilakukan didaerah prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku
ber-risiko; dilakukan terhadap HIV, sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan
dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal
disebut layak apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar
”10T” tersebut.
Ditetapkan
pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai
berikut :
a.
Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
b.
Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
c.
Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar
waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini risiko, pencegahan dan penanganan
komplikasi.
B.
Peningkatan
Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan diarahkan Ke Fasilitas Kesehatan
Pada
prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Pencegahan infeksi
b.
Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
c.
Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
d.
Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
e.
Memberikan pada bayi baru lahir : Vit K 1, salep mata dan imunisasi Hepatitis
B0 (Hep B0).
C.
Peningkatan
Pelayanan Kesehatan BBL, Bayi Dan Balita Menjangkau Seluruh Sasaran
a.
Pelayanan
Kesehatan Bayi
Kunjungan
bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga
cepat mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit
melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup
bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan
pelayanan kesehatan terpenuhi.
Pelayanan kesehatan
tersebut meliputi:
a)
Pemberian imunisasi
dasar (BCG, Polio 1-4, DPT-HB 1-3, Campak)
b)
Stimulasi deteksi
intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK)
c)
Pemberian vitamin A
100.000 IU (6 - 11 bulan)
d) Konseling
ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI
e)
Konseling pencegahan
hipotermi dan perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA
f)
Penanganan dan rujukan
kasus
Pelayanan
kesehatan bayi (29 hari-11 bulan) dilaksanakan oleh dokter spesialis
anak/dokter/bidan/perawat terlatih baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sedikitnya
satu kali pada triwulan I, satu kali pada triwulan II, satu kali pada triwulan
III dan satu kali pada triwulan IV. Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi:
a) Kunjungan
bayi antara umur 29 hari– 3 bulan
b) Kunjungan
bayi antara umur 3 – 6 bln
c) Kunjungan
bayi antara umur 6 – 9 bln
d) Kunjungan
bayi antara umur 9 – 11 bln
b.
Pelayanan
neonatus dengan komplikasi
Diperkirakan
sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari
Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang
terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada
kehidupan di luar rahim. Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat
cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat terjadi
kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu
pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Pelayanan
Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan
kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah
bersalin dan rumah sakit pemerintah/swasta.Komplikasi pada neonatus antara
lain: Asfiksia, Kejang, Ikterus, Hipotermia, Asfiksia, Tetanus Neonatorum, Sepsis,
Trauma lahir, BBLR (bayi berat lahir rendah).
Kebijakan
Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi
neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target
setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil,
bersalin dan nifas dan kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik
yang datang sendiri atau atas rujukan kader/ masyarakat, bidan di desa,
Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/ RS PONEK pada kasus yang tidak mampu
ditangani.
Untuk
mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU kabupaten / kota mampu
melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK)
yang siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan
operasi seksio sesaria, perawatan neonatus level II dan transfusi darah.Dengan
adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus komplikasi kebidanan
dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan bayi
baru lahir
c.
Pelayanan
kesehatan anak balita
Lima
tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual berkembang pesat.
Masa ini merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk
dasar-dasar kemampuan keindraan, berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental
intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral. Pada masa ini stimulasi
sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan
pengembangan otak. Dilain pihak upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak usia dini menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi
sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Pelayanan
kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan terhadap anak yang berumur 12
- 59 bulan yang sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, ahli gizi,
penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain, yang meliputi :.
a. Pelayanan
pemantauan pertumbuhan setiap bulan yang tercatat dalam Buku KIA/KMS, dan
pelayanan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) serta
mendapat Vitamin A 2 kali dalam setahun.
Pemantauan
pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita setiap bulan yang
tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk
ke sarana pelayanan kesehatan
b. Pelayanan
SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa,
sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan
SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di luar
gedung
c. Suplementasi
Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) diberikan pada anak balita minimal 2 kali
pertahun.
d. Kepemilikan
dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
D.
Pelayanan
KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah
pelayanan KB yang sesuai dengan standar dengan menghormati hak individu
sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan dan menurunkan tingkat
fertilitas (kesuburan). Pelayanan KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan
dan/atau menghentikan kehamilan, dengan menggunakan metode kontrasepsi. Metode
kontrasepsi meliputi:
a.
KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi).
b.
Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
c.
Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan
peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 60,3% (SDKI 2002)
dan angka ini merupakan pencapaian tertinggi diantara negara-negara ASEAN.
Namun demikian metode yang dipakai lebih banyak menggunakan metode jangka
pendek seperti pil dan suntik. Menurut data SDKI 2002 akseptor KB yang
menggunakan suntik sebesar 21,1%, pil 15,4 %, AKDR 8,1%, susuk 6%, tubektomi
3%, vasektomi 0,4% dan kondom 0,7%. Hal ini terkait dengan tingginya angka
putus pemakain (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang
terus-menerus. Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran
pada kategori PUS dengan “4 terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan
cakupan peserta KB perlu diupayakan pengelolaan program yang berhubungan dengan
peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek manajerial pelayanan KB. Dari
aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard an variasi
pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis
dan non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola
program KB perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB
dan sistem pencatatan dan pelaporan pelayanan KB.
Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu
nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan
kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu
a) Kunjungan
nifas pertama pada masa 6 jam setelah persalinan sampai dengan 7 hari.
b) Kunjungan
nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan.
c) Kunjungan
nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan.
Pelayanan
yang diberikan adalah :
a. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
b. Pemeriksaan
tinggi fundus uteri (involusi uterus).
c. Pemeriksaan
lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
d. Pemeriksaan
payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
e. Pemberian
kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali (2 x 24 jam).
f. Pelayanan
KB pasca persalinan
E.
Deteksi
Dini Dan Penanganan risiko/komplikasi Kebidanan Dan BBL Oleh Tenaga Kesehatan
Maupun Masyarakat
Penjaringan dini kehamilan berisiko
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil dengan
risiko/komplikasi kebidanan.Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal,
tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya
deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya risiko dan
komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci
keberhasilan penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
1) Faktor
risiko pada ibu hamil adalah :
a. Primigravida
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b. Anak
lebih dari 4.
c. Jarak
persalinan terakhir dan kehamilan skarang kurang dari 2 tahun.
d. Kurang
Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau gizi
buruk dengan Indeks massa tubuh <>
e. Anemia
: Hemoglobin <>
f. Tinggi
badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
g. Riwayat
hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
h. Sedang/pernah
menderita penyakit kronis, antara lain: Tuberkulosis, Kelainan
jantung-ginjal-hati, Psikosis, Kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik
Lupus Eritematosus dll), Tumor dan Keganasan
i.
Riwayat kehamilan
buruk: Keguguran berulang, Kehamilan Ektopik Terganggu, Mola Hidatidosa,
Ketuban Pecah Dini, Bayi dengan cacat kongenital
j.
Riwayat persalinan
berisiko: Persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/ forseps
k. Riwayat
nifas berisiko: Perdarahan pasca persalinan, Infeksi masa nifas, Psikosis post
partum (post partum blues)
l.
Riwayat keluarga
menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
2) Komplikasi
pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain:
a) Perdarahan
pervaginam pada kehamilan: Keguguran, Plasenta Previa, Solusio Plasenta
b) Hipertensi
dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik >140 mmHg, diastolik
>90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
c) Kelainan
jumlah janin: Kehamilan ganda, janin dampit, monster.
d) Kelainan
besar janin: Pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
e) Kelainan
letak & posisi janin: Lintang/Oblique, Sungsang pada usia kehamilan lebih
dari 32 minggu.
f) Ancaman
persalinan prematur.
g) Ketuban
pecah dini.
h) Infeksi
berat dalam kehamilan: Demam berdarah, Tifus abdominalis, Sepsis.
i)
Distosia: Persalinan
macet, persalinan tak maju.
j)
Perdarahan pasca
persalinan: atonia uteri, retensi plasenta, robekan jalan lahir, kelainan
darah.
k) Infeksi
masa nifas.
Sebagian besar kematian
ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas
pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat
menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor
risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu
upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
F.
Penanganan
Komplikasi Kebidanan
Pelayanan Nifas adalah pelayanan
kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca persalinan
oleh tenaga kesehatan.
Diperkirakan
sekitar 15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam
kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau diramalkan sebelumnya,
oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar
komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas
penanganan komplikasi kebidanan, maka diperlukan adanya fasilititas pelayanan
kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi
secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit
PONEK 24 jam.
Pelayanan
medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi pelayanan obstetri
yang terdiri dari :
a.
Penanganan perdarahan
pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b.
Pencegahan dan
penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi)
c.
Pencegahan dan
penanganan infeksi.
d.
Penanganan partus
lama/macet.
e.
Penanganan abortus.
Sedangkan
pelayanan neonatus meliputi :
a.
Pencegahan dan
penanganan asfiksia.
b.
Pencegahan dan
penanganan hipotermia.
c.
Penanganan bayi berat
lahir rendah (BBLR).
d.
Pencegahan dan
penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus ringan–sedang
e.
Pencegahan dan
penanganan gangguan minum.
Pelayanan Kesehatan
Neonatus
Kunjungan neonatal bertujuan untuk
meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui
sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi atau bayi mengalami masalah
kesehatan. Risiko terbesar kematian Bayi Baru Lahir terjadi pada 24 jam pertama
kehidupan, minggu pertama dan bulan pertama kehidupannya.
Sehingga jika bayi lahir di fasilitas
kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama
24 jam pertama. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatal I sekaligus
memastikan bahwa bayi dalam keadaan sehat pada saat bayi pulang atau bidan
meninggalkan bayi jika persalinan di rumah.
Pelayanan
kesehatan neonatal dasar menggunakan pendekatan komprehensif, Manajemen Terpadu
Bayi Muda untuk bidan/perawat, yang meliputi:
a) Pemeriksaan
tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan
rendah.
b) Perawatan
tali pusat
c) Pemberian
vitamin K1 bila belum diberikan pada saat lahir
d) Imunisasi
Hep B 0 bila belum diberikan pada saat lahir
e) Konseling
terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi
dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan Buku KIA
f) Penanganan
dan rujukan kasus
Pelayanan kesehatan neonatus (bayi
berumur 0 - 28 hari) dilaksanakan oleh dokter spesialis
anak/dokter/bidan/perawat terlatih, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah. Setiap neonatus harus diberikan pelayanan kesehatan sedikitnya
dua kali pada minggu pertama, dan satu kali pada minggu kedua setelah lahir.
Pelaksanaan
pelayanan kesehatan neonatus:
1. Kunjungan
Neonatal hari ke-1 (KN 1):
a. Untuk
bayi yang lahir di fasilitas kesehatan pelayanan dapat dilaksanakan sebelum
bayi pulang dari fasilitas kesehatan (≥ 24 jam).
b. Untuk
bayi yang lahir di rumah, bila bidan meninggalkan bayi sebelum 24 jam, maka
pelayanan dilaksanakan pada 6 - 24 jam setelah lahir.
2. Kunjungan
Neonatal hari ke-3 (KN 2):
Pada hari ketiga.
3. Kunjungan
Neonatal minggu ke-2 (KN 3)
Pada minggu kedua
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan
pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat
dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud
meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita.
B. SARAN
Dengan
berakhirnya pembuatan makalah ini maka berakhir pula makalah tentang prinsip
pengelolaan KIA-KB. Diharapkan dengan berakhirnya modul ini Kita akan dapat menguasai kompetensi yang
diharapkan pada awal kegiatan belajar Askeb Komunikasi. Mohon maaf atas
kekurangan dalam pembbuatan makalah ini dan semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Bidan Menyongsong Masa Depan, PP
IBI. Jakarta.
Behrman. Kliegman. Arvin. (2000).
Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook of Pediatrics). EGC. Jakarta.
Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul
Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.
Depkes RI. (2007) Rumah Tangga
Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.
Depkes RI, (2006) Modul Manajemen
Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan
Masyarakat, Jakarta..
Komentar
Posting Komentar